Tampilkan postingan dengan label potensi alam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label potensi alam. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Januari 2013

| |
0 komentar

“AGROBAKTERIUM DAN GEN GUN
Tanaman transgenik pada umumnya dibuat dengan cara memasukkan gen yang diinginkan (gene of interest) kepada tanaman tertentu (Arabidopsis, padi, jagung, tomat, kedelai, dan lain-lain). Namun perlu dicatat bahwa memasukkan suatu gen ke dalam tanaman bukanlah serta merta seperti menyuntikkan obat kepada orang yang sakit, namun memerlukan perantara. Salah satu perantaranya adalah Agrobakterium, yaitu bakteri tanah yang menyebabkan tumor pada tanaman  . Meskipun ada banyak galur Agrobakterium, sampai saat ini hanya Agrobacterium tumefaciens yang digunakan untuk perantara transfer gen pada tanaman.
Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri tanah yang dapat menyebabkan penyakit tumor pada beberapa tanaman. Bakteri menginfeksi melalui bagian yang luka pada batang tanaman dan mengakibatkan tumor pada daerah sekitar akar dan batang tanaman. Penyebab pembentukan tumor bukan berasal dari bakteri itu sendiri tetapi dari plasmid yang dikenal dengan plasmid Ti. Ukuran DNA plasmid Ti cukup besar, berkisar antara 140-235 kb (1 kb = 1000 pasang basa). Selama menginfeksi, sebagian kecil dari DNA plasmid Ti (15-30 kb), disebut T-DNA, ditransfer kedalam inti sel tanaman dan tersisipi kedalam DNA inti sel tanaman. Dari sini T-DNA sudah terintegrasi dan stabil terpelihara dalam genom sel.
T-DNA membawa gen yang bertangung jawab terhadap pembentukan tumor dan sintesa asam amino yang dikenal sebagai opine. Opine digunakan sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk menginduksi strain Agrobakterium. Strain-strain Agrobacterium dapat digolongkan berdasarkan jenis opine yang disintesa. Jenis opine yang umum adalah oktopine dan nopaline.
Gen-gen yang bertanggung jawab untuk transfer T-DNA juga terdapat dalam plasmid Ti yang disebut gen-gen virulen (gen vir). Infeksi Agrobakterium memerlukan jaringan tanaman yang luka karena gen vir dapat terinduksi oleh senyawa fenolik yang dilepaskan ole sel-sel tanaman yang terluka. Bagian dari plasmid Ti yang ditransfer dan terintegrasi kedalam genom tanaman adalah potongan T-DNA yang dibatasi oleh batas (border) kiri dan kanan (Gambar J-10.2). Daerah ini merupakan potongan DNA berukuran relatif pendek berisi urutan 25 pasang basa yang berulang. Setiap potongan DNA yang tersisipi diantara kedua batas T-DNA akan ditransfer dan diintegrasikan kedalam genom tanaman. Oleh karena itu plasmid Ti merupakan vektor yang sangat cocok untuk mengintroduksi gen-gen asing ke dalam tanaman.
Sebelum vektor plasmid Ti digunakan untuk mentransfer gene asing, maka gen-gen yang akan mengekspresikan pembentukan tumor harus dinon-aktifkan atau dibuang. Plasmid Ti yang sudah tidak mempunyai gen penyebab tumor disebut vektor ”dis-armed”. Sel-sel tanaman yang sudah terinfeksi plasmid tersebut tidak akan menghasilkan tumor dan akan menjadi tanaman normal.

Transformasi Gen ke Agrobakterium
Yaitu dengan cara bahwa gen (plasmid DNA hasil kloning) harus dimasukkan dulu (transformasi) ke Agrobakterium sebelum ditransfer ke tanaman. Ada dua cara yang digunakan untuk transformasi ke Agrobakterium, yaitu dengan metode electrophoration atau heat shock. Namun kali ini, akan dijelaskan dengan cara heat shock. Seperti biasa, sebelum transformasi, kita harus membuat sel kompeten dulu. Cara membuat sel kompeten Agrobakterium galur GV3101 sama dengan cara membuat sel kompeten untuk E. coli Namun ada sedikit perbedaan, yaitu:
  1. Media yang digunakan, untuk Agrobakterium medianya adalah YEP
  2. Antibiotiknya, yang dimaksud di sini adalah endogenous antibiotik yang dibawa oleh galur tertentu dan tidak dimiliki oleh galur lainnya. Untuk GV3101, antibiotiknya adalah gentamycin.
Sedangkan tahapan transformasinya sama persis dengan transformasi metode heat shock pada E. coli Yang berbeda adalah media-nya yaitu YEP plate agar. Selain itu Agrobakterium adalah mikroba yang memiliki pertumbuhan lebih lambat dari pada E. coli, sehingga inkubasinya membutuhkan waktu selama 48 jam (2 hari).
Ada 2 galur Agrobakterium yang biasa dipakai untuk transfer gen. Yang pertama yaitu GV3101. Galur ini biasanya dipakai untuk transfer gen pada tanaman model Arabidopsis. Ada kemungkinan juga bisa dipakai pada tanaman dikotil lainnya yang satu family dengan Arabidopsis. Galur lainnya adalah LBA 4404, yang biasa dipakai untuk transfer gene pada tanaman padi, jagung, atau tanaman monokotil lainnya. Perlu diingat juga bahwa metode transformasi gen pada tanaman adalah sangat spesifik artinya setiap species tanaman memiliki cara yang unik dan berbeda dengan tanaman lainnya. Misalnya untuk tanaman Arabidopsis, metode yang digunakan adalah floral dip (1), sedangkan untuk padi menggunakan metode callus transformation (2). Transformasi gen ke tanaman memiliki arti memasukkan gen (gene of interest) yang telah diisolasi ke tanaman tertentu melalui bantuan Agrobakterium. Jadi tahapannya jelas, yaitu setelah tahapan kloning selesai dan klon telah ditransformasi ke Agrobakterium.

Kali ini akan dijelaskan bagaimana caranya melakukan transformasi pada tanaman Arabidopsis.
Untuk Arabidopsis, ada dua cara yang sampai saat ini masih terus dipakai di sebagian besar laboratorium bioteknologi tanaman, yaitu: floral dip (1,2) dan spray (3). Meskipun masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan, namun keduanya memiliki efisiensi yang sama. Floral dip biasanya dipakai jika pada saat transformasi hanya menggunakan tidak lebih dari lima macam konstruk yang berbeda. Sedangkan untuk transformasi dengan konstruk yang berjumlah puluhan pada saat yang bersamaan, maka pilihan terbaik adalah menggunakan metode spray. Satu hal yang perlu dicatat adalah, meskipun metode spray mudah, namun perlu waspada dengan cross contamination pada saat melakukan transformasi.
Berikut tahapan bagaimana melakuan transformasi pada tanaman Arabidopsis:
  1. Inokulasikan Agrobakterium (biasanya strain GV3101) yang telah mengandung konstruk tertentu pada 5 mL media YEP atau LB (dengan antibiotik yang sesuai, misal: Gentamycin, Rifampicin, Kanamycin) selama semalam (overnight) pada suhu 28 atau 30 derajat celcius.
  2. Transfer overnight culture pada 500 mL YEP atau LB media dengan antibiotik yang sesuai, lalu inkubasikan pada suhu 28 atau 30 derajat celcius selama 8 atau 9 jam.
  3. Sentrifuse sel dengan kecepatan 6000 rpm, selama 10 menit pada suhu 4 derajat celcius.
  4. Buang supernatan dan resuspend dengan media MS (tanpa diautoclave), tentukan OD600 = 0.7-0.8.
  5. Tambahkan Helper (Vac-IN-STUFF, atau Silwett) sebanyak 20 microliter per 100 mL volume culture. Mix.
  6. Lanjutkan dengan transformasi (floral dip).
  7. Caranya dengan cara dipping (menenggelamkan) bunga selama 10 sampai 20 detik.
  8. Ulangi dipping sampai 3 atau 4 kali.
  9. Rebahkan tanaman selama 2 hari dalam kondisi gelap.
  10. Tegakkan lagi, dan tumbuhkan seperti biasa sampai menghasilkan biji.
  11. Panen biji dan lanjutkan dengan seleksi biji yang mengandung gen yang telah dimasukkan.
  12. Catatan: persiapan untuk metode spray sama, cuman nomor 6 digantikan spray.


“GEN GUN”

Latar Belakang:
Gen gun diciptakan sebagai cara baru untuk transformasi gen. Hal ini dirancang oleh John Sanford di Cornell University pada tahun 1987dan disisipkan materi genetik baru ke dalam sel tanaman sehingga jauh lebih mudah daripada metode sebelumnya, seperti penggunaan virus atau agrobacterium. Pistol gen memiliki berbagai kegunaan dan dapat digunakan pada banyak organisme seperti bakteri, ragi, dan garis sel mamalia, terutama yang sebelumnya telah sulit atau tidak mungkin untuk transfect seperti sel primer. Transformasi tidak hanya berlaku untuk organisme uniseluler, tetapi juga seluruh objek seperti daun atau binatang seluruh: (. Wetterauer, Brigit et al) Drosophila dan tikus. Telah sangat berguna untuk kloroplas juga karena tidak ada bakteri atau virus yang diketahui menginfeksi kloroplas dan metode ini telah memungkinkan cara untuk memperkenalkan DNA asing ke dalam kloroplas.
Ada tiga metode umum dari rekayasa genetik: metode plasmid, metode vektor, dan metode (gen gun) biolistic. Yang paling terkenal dari tiga adalah metode plasmid, yang umumnya digunakan untuk mengubah mikroorganisme seperti bakteri. Metode vektor mirip dengan metode plasmid, namun produk dimasukkan langsung ke dalam genom melalui vektor virus. Metode ketiga adalah metode biolistic yang akan dibahas secara rinci di bawah.  Lihat Tabel ini membandingkan efisiensi metode transfeksi seperti retrovirus, adenovirus, injeksi liposom, DNA langsung, dan metode biolistic. Efisiensi dari sistem senjata gen bervariasi, dengan sel-sel kulit menunjukkan serapan terbesar 10-20% (Yang, 1990). Sistem ini telah menggunakan modern dan telah digunakan untuk menyampaikan suatu asam berbasis vaksin hepatitis B nukleat baik tikus dan manusia, dan saat ini dalam uji klinis (Mumper, 2001).
Bagaimana Gene Gun bekerja?? Senapan gen merupakan bagian dari metode yang disebut metode biolistic (juga dikenal sebagai bioballistic), dan dalam kondisi tertentu, DNA (atau RNA) menjadi "lengket," mengikuti lembam biologis partikel seperti atom logam ( biasanya tungsten atau emas). Dengan mempercepat kompleks DNA-partikel dalam vakum parsial dan menempatkan jaringan target dalam jalur percepatan, DNA efektif diperkenalkan (Gan, 1989). partikel logam tidak dilapisi juga bisa menembak melalui DNA larutan yang mengandung sekitar sel sehingga mengambil bahan genetik dan melanjutkan ke dalam sel hidup. Sebuah piring berhenti cartridge shell namun memungkinkan potongan logam untuk melewati dan masuk ke sel-sel hidup di sisi lain. Sel-sel yang mengambil DNA yang diinginkan, yang diidentifikasi melalui penggunaan gen penanda (pada tanaman penggunaan GUS paling umum), kemudian dibudidayakan untuk meniru gen dan mungkin kloning. Metode biolistic yang paling berguna untuk memasukkan gen ke dalam sel tanaman seperti pestisida atau herbisida perlawanan. Berbagai metode telah digunakan untuk mempercepat partikel: ini termasuk perangkat pneumatik, instrumen menggunakan dorongan mekanis atau macroprojectile; kekuatan sentripetal, magnetis atau elektrostatik; spray atau vaksinasi senjata, dan aparat berdasarkan percepatan oleh gelombang kejut, seperti mengalirkan listrik (christou dan McCabe, 1992).


Atas kiri: partikel emas yang digunakan dalam pistol gen. Atas kanan: partikel tungsten digunakan dalam pistol gen.
Atas: Sketsa bagaimana helium genggam pistol gen powered bekerja dengan mendorong partikel dilapisi DNA ke dalam jaringan. (Gambar dari Williams, 1991)
Ada beberapa variabel dalam percobaan yang harus dikontrol dalam rangka mencapai efisiensi transformasi maksimal. respon optimal telah terbukti tergantung pada pengiriman dalam jumlah yang memadai partikel DNA-dilapisi, serta bagaimana mantel DNA banyak partikel logam (Eisenbraun, 1993). Suhu, jumlah sel, dan kemampuan mereka untuk regenerasi juga memiliki efek pada efisiensi keseluruhan, serta jenis senjata yang digunakan: helium powered vs senapan-bubuk, dipegang tangan vs yang berdiri sendiri, dll Adalah juga penting untuk menyesuaikan panjang jalur penerbangan dari partikel: jaringan rapuh tidak dapat dibombardir dengan kecepatan tinggi yang sama seperti mereka yang memiliki ketahanan lebih untuk partikel asing yang memasuki. Bagaimana untuk menyesuaikan variabel-variabel ini terutama tergantung pada dimana logam partikel yang Anda gunakan untuk mentransfer materi genetik, dan apa jenis sel yang sedang berusaha untuk transfect.
Signifikansi: Penggunaan lain yang penting dari pistol DNA melibatkan transformasi organel seperti yang disebutkan di atas: kloroplas, serta ragi mitokondria. Kemampuan untuk mengubah organel ini penting karena memungkinkan peneliti untuk insinyur herbisida organel-encode atau resistensi pestisida dalam tanaman dan mempelajari proses fotosintesis. pengiriman DNA dengan pistol gen juga menawarkan keuntungan baru untuk penelitian di bidang-bidang seperti vaksinasi DNA / imunisasi genetik, terapi gen, biologi tumor / penyembuhan luka, virologi tanaman dan banyak lainnya.



Keterbatasan utama adalah penetrasi dangkal partikel, terkait kerusakan sel, ketidakmampuan untuk memberikan DNA sistemik, jaringan untuk menggabungkan DNA harus mampu regenerasi, dan peralatan itu sendiri sangat mahal. Keberatan dengan metode ini adalah bahwa DNA dapat dimasukkan ke dalam gen yang bekerja di pabrik dan banyak kekhawatiran publik bahwa DNA baru kemudian bisa ditransfer ke tanaman liar juga dan perlawanan bisa diberikan untuk gulma atau serangga. (ThinkQuest)

Definisi:
Transfeksi: proses memperkenalkan telanjang molekul DNA ke dalam sel. Ini adalah salah satu teknik yang paling sering digunakan dalam biologi molekular. Transfeksi sel biasanya dicapai dalam salah satu dari tiga metode dasar. metode kimia transfeksi termasuk fosfat kalsium atau lipofection. metode fisik termasuk elektroporasi atau pistol gen. Selain itu, transfer gen juga dapat dimediasi dengan efisiensi tinggi oleh virus seperti adenovirus atau retrovirus.
Transformasi (berkenaan dengan bakteri): Proses di mana bakteri memperoleh plasmid. Istilah ini paling sering merujuk pada prosedur bangku yang dilakukan oleh eksperimen yang memperkenalkan percobaan ke dalam plasmid bakteri.
Plasmid: Sepotong melingkar yang hadir DNA pada bakteri atau terisolasi dari bakteri. E. coli memiliki genom lingkaran besar, tetapi juga akan mereplikasi DNA melingkar kecil selama mereka memiliki asal replikasi. Plasmid mungkin memiliki DNA lain yang disisipkan oleh eksperimen. Sebuah bakteri yang membawa plasmid dan mereplikasi satu juta kali lipat akan menghasilkan satu juta salinan plasmid yang identik.

transfeksi Transient: Ketika DNA transfected ke dalam sel budidaya, ia mampu tinggal di sel-sel selama sekitar 2-3 hari, tetapi kemudian akan hilang. Selama 2-3 hari, DNA fungsional, dan setiap gen fungsional yang dikandungnya akan dinyatakan. Peneliti mengambil keuntungan dari periode ini ekspresi transien untuk menguji fungsi gen.

Stabil transfeksi: Suatu bentuk transfeksi percobaan yang dirancang untuk menghasilkan garis permanen sel kultur dengan gen baru dimasukkan ke dalam genom mereka. Biasanya ini dilakukan dengan menghubungkan gen yang diinginkan dengan gen dipilih yang kemudian digunakan untuk menentukan mana sel-sel telah diambil gen eksperimen tentang bunga. (Lyons)





Simak
Baca secara fonetik

References:
1. Clough SJ and Bent AF. (1998) Floral dip: a simplified method for Agrobacterium-mediated transformation of Arabidopsis thaliana. Plant J 16(6): 735-743.
2. Zhang et al. (2006) Agrobacterium-mediated transformation of Arabidopsis thaliana using the floral dip method. Nat Protoc 1(2): 641-646.
3. Chung et al. (2000) Floral spray transformation can efficiently generate Arabidopsis transgenic plants. Transgenic Res 9(6): 471-476.
4. - Christou, Paul; McCabe, Dennis. Particle Gun Transformation of Crop Plants Using Electric Discharge (ACCELL™ Technology).  Agracetus Inc., Middleton, WI; 1992.
- Eisenbraun MD, Fuller DH, Haynes JR. "Examination of parameters affecting the elicitation of humoral immune responses by particle bombardment-mediated genetic immunization. DNA Cell Biology; Nov., 1993, (9):791-7
- Gan, Carol.  "Gene Gun Accelerates DNA-Coated Particles To Transform Intact Cells".  The Scientist; Sep. 18, 1989, 3[18]:25.
- Helenius, Elina; Boije, Maria; Niklander-Teeri, Viola; Palva, E. Tapio; Heeri, Teemu U. "Gene Delivery Into Intact Plants Using the Helios Gene Gun".  Plant Molecular Biology Reporter; 2000, 18: 287a-2871.
- Lyons, Robert H. A Molecular Biology Glossary. University of Michigan, July 1998.
- Mumper RJ, Ledebur Jr HC. "Dendritic cell delivery of plasmid DNA. Applications for controlled genetic immunization."
Molecular Biotechnology: 2001, 19:79-95

- Oulu University Library. Surgical organ perfusion method for somatic gene transfer: An experimental study on gene transfer into the kidney, spleen, lung and mammary gland. 2000, Review of the literature.
- Williams, R. Sanders; Johnston, Stephen A; Riedy, Mark; DeVit, Michael J; McElligott, Sandra G.; Sanford, John C. "Introduction of foreign genes into tissues of living mice by DNA-coated microprojectiles." Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA; Apr, 1991, 1;88(7):2726-30.
- Wetterauer, Birgit; Salger, Klaus; Demel, Petra; and Koop, Hans-Ulrich. "Transformation of Dictyostelium discoideum with a Particle Gun.Biochim Biophys Acta; Dec 11, 2000, 1499(1-2):139-143.
- Yang NS, Burkholder J, Roberts B, Martinell B, McCabe D. "In vivo and in vitro gene transfer to mammalian somatic cells by particle bombardment." Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA; 1990, 87:9568-9672.




Read More

Rabu, 23 Desember 2009

| |
0 komentar

Makalah Limbah Udang

POTENSI LIMBAH UDANG SEBAGAI PENYERAP LOGAM BERAT (TIMBAL, KADMIUM, DAN TEMBAGA) DI PERAIRAN
Abstrak
Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk menghilangkan bahan pencemar perairan tersebut hingga kini masih terus dikembangkan. Penggunaan biomaterial merupakan salah satu teknologi yang dapat dipertimbangkan, mengingat meterialnya mudah didapatkan dan membutuhkan biaya yang realtif murah sebagai bahan penyerap senyawa beracun dalam air limbah.
Limbah udang yang berupa kulit, kepala, dan ekor dengan mudah didapatkan mengandung senyawa kimia berupa khitin dan khitosan. Senyawa ini dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri. Hal ini dimungkinkan karena senyawa khitin dan khitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berpungsi sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah.
Pendahuluan
Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumahtangga. Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya fasilitas atau peralatan untuk menangani dan mengelola limbah tersebut.
Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Pemanfatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka berkembang pulalah industri-industri. Akibatnya lingkungan menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama sekali lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri, baik industri pertanian maupun industri pertambangan. Kebanyakan dari limbah itu biasanya dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif (Rama, 1990) dan pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar beracun dari limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pengoperasiannya. Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan alternatif yang memberikan harapan. Sejumlah biomaterial seperti lumut (Low et al., 1977), daun teh (Tan dan Majid, 1989), sekam padi (Munaf , 1997), dan sabut kelapa sawit (Munaf, 1999), begitu juga dari bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air limbah.
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia khitin dan khitosan merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan adanya sifat-sifat khitin dan khitosan yang dihubungkan dengan gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan khitin dan khitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah ( Hirano, 1986). Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben maka khitin dan khitosan dari limbah udang berpotensi dalam memcahkan masalah pencemaran lingkungan perairan dengan penyerapan yang lebih murah dan bahannya mudah didapatkan.
Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam Berat
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969). Kulit udang mengandung protein (25 % - 40%), kalsium karbonat (45% - 50%), dan khitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15,60% - 23,90%), kalsium karbonat (53,70 – 78,40%), dan khitin (18,70% - 32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Focher et al., 1992)
Kandungan khitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah.
Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga janis ekstra yang disebut dengan nama khitin (Neely dan Wiliam, 1969). Khitin merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida, molusca, corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi (Neely dan Wiliam, 1969). Adanya khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya khitin.
Khitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama lain b-(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Hirano, 1986; Tokura, 1995). Struktur khitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi b-(1-4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua pada khitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin (The Merck Indek, 1976).
Khitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976) merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Khitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.
Khitosan yang disebut juga dengan b-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari khitin melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).
Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan (Muzzarelli, 1986)
Saat ini budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat, karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi (Anonim, 1994). Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim, 1994)
Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang, 1993).
Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin dan khitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang, 1995).
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, seperti terlihat pada gambar 1 (Ferrer et al., 1996; Arreneuz, 1996., dan Fahmi, 1997)
Khitin dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
Read More