Jagung
(Zea mays L)
A.
Klasifikasi Zea mays L
Jagung (Zea mays L)
adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai
batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada
beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan
ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga
jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi
penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya
ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe,
lama penyinaran, dan suhu.
Kingdom : Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Sub divisio :
Angiospermae
Class :
Monocotyledoneae
O r d o : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
B.
Pertumbuhan Zea mays L
Pertumbuhan jagung
dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat
proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan
sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase
mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum
keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun
yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah
silking sampai masak fisiologis.
1. Fase Perkecambahan
Perkecambahan
benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan
berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30%
(McWilliams et al. 1999). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih
menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh
kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian
besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis
menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat
diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza
memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah
radikelmuncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu yang
sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh
pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil
berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung
koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan
plumul muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah.
2. Tahap-tahap setelah perkecambahan
Setelah
perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase berikut:
Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka
sempurna 3-5)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara
10-18 hari setelah berkecambah. Pada
fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan
tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan
jumlah daun, dan menundaterbentuknya bunga jantan (McWilliams et al. 1999).
Fase
V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18
-35 hari setelah berkecambah. Titik
tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan
batang meningkat dengan cepat. Pada
fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan
perkembangan tongkol dimulai (Lee 2007). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena
itu pemupukan pada fase ini diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams et al. 1999).
Fase
V11- Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara
33-50 hari setelah berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan
kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat
tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif
terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan
kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena
mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil (McWilliams et al. 1999,
Lee 2007). Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga
betina (silking).
Fase
Tasseling (berbunga jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari,
ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga
betina (silk/ rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol
muncul, di mana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai
menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomasmaksimum dari
bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman,
penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.
Fase
R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam
tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling.
Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga
jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari
tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), di
mana pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut
tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh
memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Bakal biji
hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga
bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih
pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat
sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet,
belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K
hampir komplit (Lee 2007).
Fase
R2 (blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking,
rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan
janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh,
pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan
menurun terus sampai panen.
Fase
R3 (masak susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian
biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati
pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada
warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk
lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang
terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.
Fase
R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian
dalam biji seperti pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering
biji sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman
kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.
Fase
R5 (pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh
biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering
biji akan segera terhenti. Kadar air biji 55%.
Fase
R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari
setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot
kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan
sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau
kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap,
dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol.
3. Persyaratan
Tumbuh
Suhu
Temperatur
yang dikehendaki tanaman jagung antara 21° C hingga 30° C. Akan tetapi
temperatur optimum antara 23° C sampai 27° C. Hal ini tidak menjadi masalah
yang berarti bagi areal pertanaman jagung di Indonesia. Proses perkecambahan
benih memerlukan temperatur yang cocok, kehidupan embrio dan pertumbuhanannya
menjadi kecambah akan optimal pada suhu kira-kira 30° C dengan kapasitas air
tanah antara 25-60%.
Ketinggian
Tempat
Jagung
dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000-1.800 m dpl. Jagung yang
ditanam di daerah dataran rendah yaitu pada ketinggian di bawah 800 m dpl dapat
berproduksi dengan baik, dan pada ketinggian di atas 800 m dpl pun jagung masih
bisa memberikan hasil yang baik pula.
Keadaan
Tanah dan pH
Kedaan
tanah yang kaya hara dan humus sangat cocok untuk tanaman jagung. Disamping itu
tanaman jagung juga toleran terhadap berbagai jenis tanah. Namun tanaman jagung
akan tumbuh lebih baik pada tanah yang bertekstur lempung (lempung berdebu atau
berpasir) dengan struktur tanah remah, aerasi dan drainasenya baik serta cukup
air. Tanaman jagung toleran terhadap kemasaman tanah pada kisaran pH 5,5-7.
Tingkat kemasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung pada pH 6,8.
Intensitas
Penyinaran
Sinar
matahari merupakan sumber energi dan sangat membantu dalam proses asimilasi
daun. Pada proses asimilasi tersebut sinar matahari berperan langsung pada
pemasakan makanan yang kemudian diedarkan ke seluruh bagian tubuh tanaman. Di
daerah tropis faktor penyinaran tidak menjadi masalah yang berarti. Intensitas
penyinaran matahari cukup berarti bagi kehidupan tanaman dan sinar matahari
berperan dalam pembentukan batang.
Curah
Hujan
Pada
daerah yang curah hujannya merata dengan batas musim kemarau yang kurang tegas,
seperti daerah di Jawa Barat, maka kebutuhan air cukup terpenuhi sehingga
jagung dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian pada temperatur
23° C, jumlah air yang diuapkan tiap tanaman satu tanaman per hari mencapai 1,8
liter. Makin tinggi temperatur, maka air yang diuapkan juga semakin banyak.
Kemiringan
Tempat
Kemiringan tanah ada
hubungannya dengan gerakan air pada permukaan tanah. Hal ini menjadi salah satu
syarat kehidupan tanaman, termasuk tanaman jagung. Tanah dengan kemiringan
kurang dari 8% dapat dilakukan penanaman jagung. Pada tingkat kemiringan
tersebut sangat kecil kemungkinan terjadinya erosi tanah. Jagung umumnya kurang
toleran terhadap kemasaman tanah. Ketersediaan hara utama, seperti P sangat
rendah di lahan kering masam. Untuk dapat ditanami jagung dengan hasil yang
memadai, tanah Podsolik Merah Kuning memerlukan pengeloaan yang baik dan
pemupukan atau penambahan unsur hara yang cukup tinggi (Subandi et al., 1998).
C.
Perkembangan Zea mays L
Jagung disebut juga
tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat
dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary apices tajuk.
Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman.
Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama proses
perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi
bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga, tidak
berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal 2000). Serbuk sari (pollen)
adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif, dua gamet jantan dan
mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua lapisan,
exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan perkembangan bunga
pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidaksinkronan
matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo
seminggu atau lebih.
Rambut jagung (silk)
adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut
jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari
ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan
kelobot.
Tanaman jagung adalah
protandry, di mana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul
(anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga betina muncul (silking). Serbuk sari
(pollen) terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike yang di tengah,
2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther
melepas 15-30 juta serbuk sari. Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena
gravitasi atau tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan silang. Dalam keadaan
tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan
tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak terpengaruh. Interval antara
keluarnyabunga betina dan bunga jantan (anthesis silking interval, ASI) adalah
hal yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi
pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar.
Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan
terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai
ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi.
Penyerbukan pada
jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan menempel pada rambut tongkol.
Hampir 95% dari persarian tersebut berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan
hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu,
tanaman jagung disebut tanaman bersari silang (cross pollinated crop), di mana
sebagian besar dari serbuk sari berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk
sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban.
Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup
(viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam
24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan,
warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan kemudian kering.
Daftar
pustaka
Akhmad
jailani naro.2008. Jagung (Zea Mays L).
http://www.akhmad06.blog.friendplay.com diakses
tanggal 26 januari 2012
Anonim.2010. Teknis Budidaya Jagung dalam Usaha Budidaya Jagung.http://www.binaukm.com diakses tanggal 26 januari 2012
Anonim. 2012 .Jagung.
http:/www.wikipedia.org diakses tanggal 26 Januari 2012
Nuning Argo Subekti,
Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti. 2007. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung . Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros.